Bos Pertamina Curhat Perusahaan Dapat Tiga Tekanan sejak 2024, Apa Saja?
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, mengungkapkan bahwa sejak tahun 2024 hingga pertengahan 2025, perusahaan menghadapi tiga tekanan utama yang berdampak signifikan terhadap margin dan profitabilitas bisnis energi nasional tersebut.
“Sepanjang tahun 2024 hingga saat ini, Pertamina menghadapi tiga tekanan utama yang menekan margin dan profitabilitas perusahaan,” ujar Simon dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Jakarta, Kamis (22/05/2025).
Tekanan pertama berasal dari penurunan harga minyak mentah global. Simon menjelaskan bahwa harga minyak dunia anjlok sekitar 15–20% dibandingkan tahun sebelumnya, dari rata-rata USD 78 per barel menjadi hanya sekitar USD 65 per barel pada Mei 2025 ini.
Baca Juga: Pertamina, Petronas, dan SK Earthon Kerja Sama Eksplorasi di Blok Binaiya
Penurunan ini disebabkan oleh kondisi oversupply, karena banyaknya kilang baru yang beroperasi di berbagai belahan dunia. Akibatnya, selisih antara harga minyak mentah dan produk hasil kilang—yang dikenal sebagai crack spread—menyempit ke level USD 10 per barel. Angka ini jauh di bawah titik impas kilang Pertamina yang berkisar di USD 15 per barel.
Tekanan kedua datang dari pelemahan nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS. Hingga pertengahan Mei 2025, nilai tukar rupiah tercatat menyentuh angka Rp16.500 per dolar AS, yang tentu berdampak langsung pada biaya transaksi global dan impor energi.
“Di saat yang sama adanya pelemahan nilai tukar rupiah hingga menyentuh 16.500 per dolar Amerika Serikat yang turut mempengaruhi pembayaran dalam transaksi global,” ujarnya.
Adapun tekanan ketiga bersumber dari tantangan geopolitik global yang memicu potensi gangguan pasokan dan distribusi energi. Untuk mengatasi hal ini, Pertamina terus melakukan diversifikasi sumber dan jalur impor serta menjalin koordinasi erat dengan pemerintah.
Baca Juga: Lewat Skema Swap Gas, Pertamina Dukung Program Pemerintah Penuhi Kebutuhan Gas Bumi Domestik
“Diversifikasi sumber dan jalur impor juga terus kami lakukan untuk mitigasi resiko geopolitik di jalur distribusi dan saat ini kami terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk mendapat dukungan kebijakan dan skema G2G dalam menjaga stabilitas supply," tutupnya.
(责任编辑:百科)
- Saksi Prabowo Tak Bisa Buktikan Apapun, Kata Yusril
- WHO Catat Kasus TB di Dunia Cetak Rekor Tertinggi, RI Ikut Menyumbang
- Anies Baswedan Kerap Difitnah Sana Sini, Pengamat Bongkar Motifnya!
- Budayawan Sebut Anies Baswedan Gak Becus Kerja, TGUPP: Dia Ini Amnesia Apa Ya?
- 艺术设计留学需要什么条件?
- Cara Install WA GB Versi Terbaru
- Ditinjau Menko Polhukam dan Kapolri, ASDP Pastikan Pelabuhan Merak Siap Dilintasi Pemudik
- China Kecam Trump Soal Larangan Chip, Hasil Negosiasi Tarif Terancam
- Geliat Bisnis Sukanto Tanoto, Pemilik Asian Agri di Sumatra hingga Tanglin Mall di Singapura
- Strategy Diam
- Jelang Ramadan, Ribuan Minuman Keras Disita Polisi
- Dua Penjahat Jalanan Kembali Beraksi Dekat Traffic Light Kelapa Gading, 2 Ponsel Sopir Truk Raib
- Tak Cuma ke Dewan Pers, Tim Mawar Juga Lapor ke Bareskrim Polri
- Uni Eropa Makin Dekat Hadirkan Dana Pertahanan, Jumlahnya Capai €150 M
- 7 Rekomendasi Menu Diet Ringan untuk Penderita Gastritis
- Perbedaan Pendapat Ahli dan Saksi, Todung Usulkan MK Gelar Sesi Konfrontasi
- Rugikan Negara Rp 271 Triliun, Ini Daftar 16 Tersangka Kasus PT Timah
- Satuan Investigasi Usut Penyebab Gudang Amunisi Meledak Libatkan Polisi Militer
- Diskotik Crown Ditutup, Thanos Gugat Pemprov DKI
- Dampak Kasus Relokasi SDN Pondok Cina 1 Bikin Siswanya Jadi Korban Perundungan